DESA DARMA TEMPO DULU


I.   Desa Darma Sebagai Pos Pertahanan
            Keberadaan Desa Darma sekarang ini, tak bisa lepas dari masa keemasan Kesultanan Cirebon tempo dulu pada sekitar abad 15-16 M, sewaktu Ingkang Sinuwun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awalya Allah Kutubits Khalifatur Rasulullah atau biasa disebut Waliyullah Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah lahir sekitar tahun 1450 dan wafat sekitar tahun 1568 (sebagian berpendapat lahir sekitar tahun 1448 ) masih memegang tampuk kesultanan Cirebon. Beliau  menggantikan Pangeran Cakrabuwana atau Walangsungsang atau H.Abdulah Iman putera dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi raja Padjajaran dari istrinya yang bernama Subanglarang
.
            Dari hasil penelusuran beberapa literature terutama yang berkaitan dengan sejarah Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Ditemukan kesimpulan bahwa pada mulanya desa Darma hanya sebuah kawasan tak berpenghuni. Hutan belukar, semak perdu masih meranggas dimana-mana leuweung geledegan (hutan belantara) kalau orang Sunda bilang. Beragam kekayaan hayati dari jenis tumbuhan yang merambat bak permadani hijau, sampai yang menjulang tinggi seolah hendak menyangga langit tak sulit untuk di temukan disana, seperti pohon Jenitri (Elaeocarpus obtusus), Saninten (Castanopsis argentae),Mara (Macaranga denticulate), Kareumbi (Omalanthus populneus) dan beberapa jenis pohon ara lainnya. Hingga kekayaan vegetasi di kawasan yang masuk hutan dataran tinggi basah tersebut dengan suhu kelembaban udara di dalamnya, melahirkan beragam jenis kehidupan sebagai penyeimbang ekosistem yang ada. Dari berbagai jenis burung, misalnya puyuh gonggong (Arborophila javanica), walik (Ptilinopus porphyreus), celepuk (Otus angelinae), ciung mungkal (Cochoa azurea), kenari melayu (Serinus estherae) dan berbagai jenis burung endemic maupun burung sebaran lainnya, hidup berdampingan dengan kelebihan dari warna dan “nyanyian merdunya“ masing-masing.  Termasuk di dalam kawasan hutan kala itu, binatang liar lainnya masih mendominasi, seperti; lutung (Trachypithecus auratus), macan tutul (Panthera pardus), surili (Prebytis comate) atau kukang muka geni (Nycticebus javanicus ) dan sejenis kijang atau uncal (Muntiacus muntjak).  Dengan keragaman hayati kala itu ditambah kerapatan hutan yang ada, hingga sinar mentaripun seolah tak kuasa menyentuh dasar hutan. Saat itu bisa di pastikan kawasan tak bertuan itu masih “perawan” belum terjamah tangan manusia selain binatang atau mungkin juga makhluk lain!
            Baru sekitar abad ke-16 atau sekitar tahun 1528 M, sewaktu kesultanan Cirebon melebarkan sayap kekuasaan ( syiar ) guna meng-Islamkan  kerajaan Galuh Talaga di Majalengka  dan kerajaan Galuh di Ciamis. Kawasan hutan di daerah Darma terjamah oleh manusia. Kala itu daerah kawasan hutan Darma di jadikan basis pertahanan oleh pasukan kesultanan Cirebon yang hendak menyerang kerajaan Galuh Talaga di Majalengka dan kerajaan Galuh ( kawali) di Ciamis.
           Wadya balad pasukan kesultanan Cirebon yang menetap di wilayah Darma di pimpin oleh seorang ulama bernama Syekh Datuk Kaliputah atau biasa disebut Mbah Damar Wulan. Seorang ulama besar yang berasal dari Malaka yang selain luhung dalam ilmu agama dan kebathinan, juga piawai dalam meracik ilmu strategi peperangan. Menurut beberapa literature yang di temukan, peperangan antara kesultanan Cirebon dengan kerajaan Galuh Talaga di bawah pimpinan Prabu Jaya Diningrat berlangsung hamper ±15 kali banyaknya, meski hal tersebut masih sedikit di perdebatkan, karena tidak ada catatan waktu yang jelas.
              Cerita lain ada menyebutkan, pasukan Galuh talaga sewaktu hendak menyerang kesultanan Cirebon pernah di hadang oleh pasukan Adipati Kuningan Suraga Jaya putra Ki Gedeng Luragung yang oleh kesultanan Cirebon di beri tugas untuk menjaga pesantren yang berada di seputar perbatasan kesultanan Cirebon dengan kerajaan Galuh Talaga.
            Kerajaan Galuh Talaga yang masih satu keturunan dengan kerajaan Galuh Ciamis, beberapa kali mengancam keberadaan kesultanan Cirebon. Hal tersebut pernah diutarakan oleh seorang ulama utusan dari kesultanan Cirebon yaitu Syekh Rama Haji Irengan kepada Syekh Datuk Kaliputah tentang ke khawatiran ancaman tersebut.
            Guna mengantisipasi datangnya serangan dari kerajaan Galuh Talaga, maka Syekh Datuk Kali Putah dengan strategi perangnya, di bantu oleh beberapa orang kepercayaannya, antara lain:
1. Embah Buyut Rangga Jaya ( kemungkinan Putra Ki Gedeng Luragung Jaya  
Raksa)
2. Embah Buyut Rangga Wisesa
3. Embah Buyut Rangga Wisempek
4. Embah Buyut Sudamelawi.
            Menyiapkan pasukan perang kemudian menyerang kerajaan Galuh Talaga, melalui kaki gunung Ciremai. Pertempuran sengit terjadi tepatnya di daerah gunung Pucuk. Menurut cerita pertempuran tersebut terjadi selama hamper enam bulan lamanya dan memakan korban dari kedua belah pihak yang tidak sedikit. Sampai pada ketentuan Tuhan menentukan pasukan kesultanan Cirebon di bawah pimpinan Syekh Datuk Kali Putah dapat memukul mundur pasukan kerajaan Galuh Talaga yang menurut sebagian pendapat beragama Budha tersebut. Menurut sebagian cerita pula, pertempuran di kaki gunung Ciremai tersebut merupakan pertempuran terakhir antara kedua kerajaan. Sehingga beberapa tokoh dari kesultanan Cirebon tidak banyak yang kembali ke daerah asal mereka baik ke Cirebon maupun ke pos pertahanan di wilayah Darma. Ada yang menetap di daerah kaki gunung Ciremai dan ada pula yang menetap di situ Sanghiang pusat kerajaan Galuh Talaga yang sudah di taklukan. Sebagian lain menetap dan memilih tinggal di wilayah Darma diantaranya; syekh Habibullah atau Mbah Sapu Jagat yang menetap sampai beliau wafat di dusun Gunung Luhung. Yang sekarang berubah nama menjadi dusun Gunung Luhur, karena kata “ luhung “ berarti tinggi karena keilmuannya dan hal itu takut dianggap satu ketaqaburan, juga guna menghindarkan kemusyrikan karena seolah di kultuskan oleh warga sekitar, karena berkah yang di terima Syekh Habibullah karena karomahnya banyak disalah artikan oleh manusia lain. Wallahu a’lam bishawab.
                                                                                      
2. Sejarah Desa   Desa Darma
           Sambil menunggu penelitian yang lebih Ilmiah oleh para ahli, penulis mencoba mengumpulkan data-data dari berbagai sumber yang ada kaitan dengan awal berdirinya Desa Darma dimana sumber sumber yang penulis ambil  diantaranya berasal dari Buku Sejarah Jawa Barat, Babad Tanah sunda, Babad Cirebon, dan Buku Sejarah Perjuangan Syeh Abdul Muhyi serta sumber sumber lain.
          Diperkirakan mulai tahun 1732 M. Darma sudah mulai di huni oleh masyarakat dengan budaya dan pengaruh dari kerajaan Galuh Talaga yang menganut Agama Hindu. Hal ini di buktikan dengan adanya sisa-sisa peninggalan sejarah baik yang berupa cerita seperti Cerita Lutung Kasarung yang berlokasi di sekitar Desa Karang Sari, Desa Gunung Sirah, maupun peninggalan berupa materi seperti puing-puing bekas bangunan dan  Candi yang kini di temukan di Daerah Sagara Hiang.
    Daerah Darma adalah salah suatu daerah yang berada di sebelah selatan pegunungan Gunung Gede ( Gunung  ciremai )  dengan kondisi alam yang sangat bagus pegunungan menghijau, hamparan persawahan cukup luas, mata air mengalir dengan jernihnya, sungai berkelok mengintari setiap Kampung, jalan melintang dari Timur ke Barat membelah kawasan Waduk Darma sehingga menjadi salah satu daya tarik yang luar biasa maka  dalam waktu yang cepat Desa Darma telah menjadi pusat kegiatan masyarakat yang cukup maju dan dijadikan ibu kota Kecamatan.
             Setelah pertempuran antara Kerajaan Islam Cirebon dengan Kerajaan Galuh Talaga usai Syeh Datuk Kali Putah menempatkan Syeh Rama Haji Irengan beliau adalah salah seorang Syeh dari Kerajaan Islam  Cirebon dengan perangai gagah berani, Bijak, tinggi besar dan berkulit Hitam seperti layaknya kulit-kulit orang orang cirebon dengan kebiasaan selalu mengenakan pakaian hitam, oleh Syeh Datuk Kali Putah (Embah Damar Wulan) ditempat kan di salah satu Nusa yang berada di Tengah Balong Keramat Darma Loka, selanjutnya beliau mendirikan sebuah Pesantren ( sekarang Pondok pesantren Attahiryah Darma Loka ) dibantu oleh para Syeh lainnya dengan tujuan yaitu untuk menyebarkan Ajaran Agama Islam di sekitar Desa Darma.
Mengingat Desa Darma  semakin  hari  semakin  banyak  jumlah  penduduknya  maka  Syeh  Datuk  Kali  Putah  bersama :
1. Eyang Hadirudin (Beliau berasal Dari Banten)
2. Embah Satori ( Embah Dalem Cageur)
3. Embah Gede ( Embah Katipan)
4. Embah Depok
5. Embah Jangka                                             
6. Embah Braja Barong
7. Embah Raden Bagus
8. Embah Marmagati
9. Syeh Karibullah
10. Syeh Habibullah ( Emabah Sapu Jagat)
11. Syeh Ahmad Aruman ( Rama Kopeng )
12. Syeh Ahmad Bin Huas
13. Syeh Darajat
14. Syeh Ibrahim 
15. Embah Damar
 mulai merintis  Darma menjadi salah satu pusat kegiatan para Wali/ Syeh, sehingga tidak sedikit para Ulama berdatangan dan konon datanglah pula seorang Ulama dari Indramayu dan meramalkan bahwa di Desa Darma kelak akan kedatangan seorang  Kiai dari arah Timur laut dan Kiai tersebut akan memakmurkan Agama Isalam di Desa Darma.  Sebelum Ulama tersebut meninggalkan Desa Darma dan kembali ke Indramayu,  beliau sempat memberi nama Desa “Darma”  ( Kata “ Darma” mungkin berasal dari singkatan “ Darul ma’i” yang atinya negara / tempat  Air, karena di Desa Darma sangat subur dengan mata air.  Atau mungkin Kata “Darma”  merupakan penggalan dari  kata “ Darma Ayu”  karena yang memberi nama “Darma”  berasal dari Dermayu / Indramayu ).
            Dalam satu riwayat dikisahkan kedatanggan ulama dari Timur Laut ke Desa Darma yaitu dari Cigugur Kuningan diperkirakan tahun ……………… bernama K. H, ………………………..beliau datang ke Darma di undang oleh para Ulama kemudian dijodohkan dengan salah seorang janda  paling cantik dan kaya raya di Desa Darma,  untuk memperlancar kedatangan beliau ke Desa Darma beliau diberi satu ekor Kuda yang gagah dan kuat sehingga setiap datang  ke Darma ia selalu memakai kuda.   Selanjutnya Syeh Datuk Kaliputah menjadi Kuwu pertama  di Desa  Darma (diperkirakan tahun 1732 M) . Beliu merintis dan  memimpin Desa Darma di Bantu oleh para sesepuh  lainnya untuk menyebarkan Agama Islam di sekitar Kecamatan Darma dibantu Oleh :

1. Embah Marmagati Menyebarkan Agama Islam di Desa Gunungsirah
2. Syeh Ahmad Bin Huas  menyebarkan Agama Islam di Desa Situ Sari.
3. Embah Raden Bagus menyebarkan Agama Islam di Desa Kawah Manuk
4. Embah Raja Barong menyebarkan Agama Islam Di Desa Cipasung.
5. Syeh Ibrohim menyebarkan Agama Islam di Sukarasa.
6. Embah Jaka menyebarkan Agama Islam di Desa Paninggaran.
7. Embah Satori menyebarkan Agama Islam Di Desa Cageur
8. Syeh Ahmad Aruman ( Embah Rama Kopeng ) menyebarkan Agama Islam di
    Desa Bakom.
Kesemua Tokoh / para wali tersebut di atas mereka memiliki kesaktian / karomah yang  berbeda-beda. dalam  satu  kisah  diceritakan, Eyang  Molani  dari daerah Lengkong Kuningan, oleh Tentara Belanda akan di buang ke Menado dengan    menggunakan Perahu layar yang akan di berangkatkan dari Pelabuhan Cirebon, namun karena kesaktiannya Kapal layar  itu tidak bisa bergerak/ berangkat, dan menurut cerita Kaki Eyang Molani yang satu menapak di kapal sementara kaki lainnya menapak di darat, sehingga Tentara Belanda merasa heran, dan setelah bertanya kesetiap orang Pintar Tentara Belanda mendapat saran agar minta petunjuk ke salah seorang Syeh yang ada di Desa Darma.
Setibanya Di Desa Darma Tentara Belanda mendatangi Syeh Karibullah    mereka memohon bantuan kepadanya, Kemudian dengan kesaktian /Karomah yang dimiliki oleh Syeh Karibullah beliau pergi ke satu bukit disebelah utara desa Darma   Cikadu / Jambar  kemudian beliau menatap ke arah Perahu Layar yang ada di Cirebon. (Sampai sekarang DiDaerah Cikadu/Jambar ada satu Daerah bernama “Tenjo Layar”).  Selanjutnya hanya dengan mengebutkan sorban milik Syeh Karibullah dari Darma, maka Kapal yang di tumpangi oleh Eyang molani dapat bergerak meninggalkan Pelabuhan Cirebon menuju Menado.
Sebelum Eyang Molani pergi ke Menado beliau merasa sakit hati dan dihianati oleh Syeh Karibullah, sehingga beliau sempat bersumpah serapah bahwa di Desa Darma kelak tidak akan berdiri Pesantren Besar. Dan terbukti dari ucapan itu sampai  sekarang di Kecamatan Darma belum berdiri pesantren yang cukup besar, padahal di Darma  tidak sedikit para Kiai yang memiliki ilmu cukup tinggi.
           Desa Darma benar-benar merupakan sebuah desa yang subur makmur lohjinawi pada sa’at itu hanya terdiri dari dua Kampung yaitu Kampung Dukuh Kidul dan Kampung Dukuh Kaler, kedua Kampung tersebut  dibimbing oleh para Syeh yang berasal dari Banten dan berasal dari  Cirebon.
 Mayoritas penduduk kampung dukuh Kidul berasal dari keturunan Banten sedangkan penduduk kampung dukuh Kaler  dibimbing oleh para syeh / Wali  dari Cirebon.  Dalam kehidupan sehari-hari Kedua perbedaan keturunan itu tidak menjadi penghalang sebab mereka sama-sama memiliki Visi dan Misi yang sama yaitu  untuk menyebarkan Islam di Daerah Darma dan sekitarnya.
            Pada mulanya penduduk Desa Darma sebagian besar masih jauh dari  ajaran agama Islam mereka masih terpengaruh oleh paham Animisme dan Dinamisme, dimana setiap malam Jum’at  atau malam selasa sering tercium aroma Kemenyan untuk memuja para dewa serta leuluhur, acara sesuguh / nyungsum pada pohon atau pada batu besar dan di tempat angker masih menjadi budaya masyarakat. Pada malam hari para pria wanita berkumpul di tengah lapang Darma untuk menyaksikan kesenian Tayuban, dalam acara itu secara bergantian  para penari / Ronggeng mengajak penonton untuk menari mengintari lapangan yang disetiap sudutnya hanya diterangai dengan lampu ancor, dan sebagai imbalannya para penari / Ronggeng diberi beberapa keping uang sebagai Tip yang diselipkan pada buah dada mereka. Dengan adanya budaya tersebut, tidak sedikit rumah Tangga  mereka jadi berantakan.
           Melihat kondisi yang demikian Para Ulama segera mengambil langkah untuk menghentikan kebiasaan itu, mereka berkumpul bermusyawarah untuk mencari jalan keluar guna menghentikan kebiasaan maksiat yang sangat dibenci Allah. Dan hasil dari musyawarah itu, Para Penari / Ronggeng harus di tikah oleh para tokoh dan  perangkat Desa. Dengan cara seperti itu tak lama kemudian Kesenian Tayuban pun hilang karena Para Penari/ Ronggeng Banyak yang ditikah/dimadu oleh Tokoh Masyarakat.
            Kesadaran Masyarakat Darma untuk menjalankan Syariat Islam masih sangat jauh, untuk melaksanaan Sholat Jum’at, mereka harus  diberi imbalan berupa “Berekat” ( Nasi Bungkus ), sedangkan untuk memenuhi kebutuhan itu secara bergiliran biayanya dibagikan kepada tokoh masyarakt Darma.
             Seiring dengan berputarnya waktu syeh datuk kali Putah meninggal Dunia,  ( dalam Hal ini penulis tidak mendapatkan Informasi Tahun Berapa Beliau wafat ). Untuk selanjutnya Pemerintahan Desa diteruskan oleh  Kiai Haji  Muhammad Yusup Syafei.  ( diperkirakan Tahun 1782-1822 M ). Dan sejak saat itu para wali / Syeh mulai berkurang ( Wafat) maka KH. Muhammad Yusuf Syafei mengundang K.H. Muhammad Tohiri  dari Daerah Cigugur Kuningan, agar tinggal dan menetap di Desa Darma  untuk meneruskan Pesantren Darma Loka peninggalan syeh Rama Haji Irengan. 
Sesuai dengan ramalan seorang Ulama Dari Indramayu bahhwa di Darma kelak Agama Islam Akan berkembang setelah kedatangan salah seorang Ulama dari arah Timur Laut Desa Darma , dan terbukti setelah kedatangan K.H. Muhammad Tohiri  ke Desa Darma, Agama Islam semakin hari semakin berkembang.

3. Asal mula nama Kampung / Blok Di Desa Darma       
           Jumlah Kampung di Desa Darma pada jaman Para Wali semula haya berjumlah dua dusun, kemudian secara bertahap berubah menjadi lima dusun, kelima dusun itu memiliki nama dan sejarah yang berbeda seperti :
1.      Dusun Pakuwon berasal dari kata Pakuwuan, karena sebagian besar    para kepala  Desa  berasal dari Dusun Pakuwon.  Konon menurut cerita jika Kepala Desa Darma berasal Dari Dusun Pakuwon dia akan mampu memimpin desa Darma Dengan Baik dan akan diturut oleh Rakyatnya                  
2.      Dusun Paleben berasal dari Kata Palebean dimana sudah beberapa kali Ketib/ Lebe berasal dari Dusun Paleben.
3.      Dusun Cio’ok dahulunya ditempati oleh orang-orang Cina. Kata Cio’ok Berasal dari  bahasa Cina yang  artinya   N’ci – Oo kata tersebut merupakan panggilan untuk memanggil Paman dan Bibi. Kata tersebut dalam bahasa cina diartikan pula yaitu Cina Galak.
4.      Blok Wanacala dahulunya mulai dibuka / dihuni oleh seorang Ulama yang berguru di daerah Wanacala Cirebon. Selain Dari itu Kata Wanacala dalam bahasa sansakerta yang berarti Gunung Batu dan kebetulan di Blok Wanacala dahulunya merupakan daerah yang berbatu.
5.      Blok Wanasaba dahulunya dihuni oleh seorang Ulama yang berguru di Daerah Wanasaba Cirebon. Dalam Bahasa Sansakerta Kalimat Wanasaba berarti Gunung yang diinjak / didatangi oleh manusia.
6.      Dusun Gunungluhur, seperti yang telah disebutkan di atas Daerah Gunung Luhur semula bernama ” Gunung Luhung” karena di daerah itu dihuni oleh salah satu Syeh  Yaitu Syeh Habibullah yang memiliki Ilmu yang sangat Tinggi. “Luhung” dalam Bahasa Indonesia berarti Pintar.
7.      Dusun Kopeng Dahulunya di huni oleh Salah Satu Syeh bernama Syeh Rama Kopeng ( Syeh Ahmad Aruman ).

4. Desa Darma Pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang / Nipon.
               Pada Masa penjajahan Belanda dan Jepang/Nipon Desa Darma seperti daerah daerah lainnya  mengalami masa-masa yang sangat sulit, peradaban penduduk masih sangat terbelakang, mereka berpakaian bayak yang mengenakan pakaian dari Karung Goni dan dari Karet.  Makanan sangat sulit didapat sehingga tak sedikit masyarakat yang mengalami kelaparan, penyakit menular menyebar ke tiap kampung; makanan sehari-hari hanya mengandalkan bahan makanan yang ada di sekitar Desa Darma seperti Gandrung, Jagung. dan Singkong,  menjadi menu sehari-hari,  selain itu tidak sedikit masyarakat yang hilang atau tewas ketika ikut kerja paksa/Rodi.
Penduduk Desa Darma yang sebagian  besar berpropesi sebagai petani tidak bisa secara bebas bercocok tanam bahan makanan pokok karena dipaksa oleh Belanda untuk menanam Jarak dan Ileus. sarana pendidikan masih sangat jauh ketinggalan, masyarakat yang menyekolahkan anaknya  hanya dibolehkan sampai ke tingkat kelas tiga SR. dan yang  meneruskan sekolah ke tinggkat lebih atas hanya untuk mereka dari kalangan orang orang terpandang.
              Dalam cerita terkisahkan pula, bahwa selain bangsa Belanda dan Jepang yang datang ke Desa Darma. Entah kenapa dan dari mana asalnya pada saat itu bangsa Tiong hoa / Cina  datang  ke Desa Darma (tahun 1898 M). Mereka menetap di Darma dalam kurun waktu kurang lebih selama 20 Tahun . Namun Konon menurut sumber yang dikumpulkan, kedatangan Bangsa tiong hoa / cina ke Darma mereka berasal Dari Cirebon dimana Bangsa Cina telah berpihak pada tentara Belanda berperang melawan TNI, sehingga mereka diancam dan diusir dari Cirebon.
               Namun menurut informasi dari responden lain, bahwa kedatangan Bangsa Cina Ke Desa Darma, mereka akan mencari serta menampung  hasil pertanian seperti Coklat Dan Kopi. Kedatangan Bangsa Tiong Hoa Ke Darma sedikitnya telah memberikan nilai lebih pada masyarakat baik untuk sektor  perekonomian maupun untuk pendidikan, karena setibanya bangsa Cina Di Desa Darma meraka berbaur menyatu dengan masyarakat mereka ada yang berjualan membuka toko kelontongan, membuka pabrik tahu dan ada pula yang menampung hasil pertanian. Bangsa Cina yang tergolong miskin mereka menyebar ke desa desa di sekitar Desa Darma yaitu ke desa Gunung Sirah, Desa Karang Sari, dan Desa Sakerta.
 Setelah lama menetap di Desa Darma,  mereka membuat gudang untuk menampung  hasil pertanian seperti kopi, Coklat, Hanjeuli ( Sejenis Padi-padian ) yang nantinya akan di jual ke Belanda (VOC). Namun Karena Komoditi tersebut tidak ada , maka gudang yang semula diperuntukan untuk menampung hasil pertanian, oleh Belanda dirubah menjadi PERVOLEG TWIDE KLAS /  Sekolah Rakyat  (SR ) Sekolah yang hanya mencapai kelas 3 ( Sekarang SDN Darma I ).
                 Mengingat  Kedatangan Orang  Cina Ke Desa Darma dengan Jumlah yang jukup banyak, maka  mereka oleh Belanda ditempatkan di Tanah Eigendom (Tanah Negara) sebelah Timur Lapang Darma. sekarang disebut Daerah Cio’ok.                Untuk mengawasi kehidupan orang-orang cina yang ada di Desa Darma   mereka menunjuk salah seorang  koordinatornya bernama Nio Tek Cang . Keberadaan Bangsa Tiong hoa/ Cina Di Desa Darma tidak terlalu lama,  mereka tidak bisa menyesuaikan diri, mereka banyak yang berternak Babi, sementara Babi Bagi Orang Darma yang penduduknya mayoritas muslim merupakan hewan yang paling diharamkan sehingga mereka  diancam akan dibakar serta diusir untuk  pergi meninggalkan Desa Darma.
Pada Jaman Revolisi Perjuangan Masyarakat Desa Darma dalam perang menghadapi Belanda maupun Jepang, tidak sedikit masyarakat yang terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda maupun Jepang, selain dari itu Desa Darma pada Jaman Revolusi banyak didatangi oleh para petinggi Negara seperti Bapak Umar Wirahadi Kusumah ( Mantan Wakil Presiden RI), selain dari itu ada pula  pahlawan setingkat regional yaitu Sambas Hanafi dimana beliau adalah putera asli Desa Darma.
 Secara geografis Desa Darma berada pada titik yang sangat strategi antara Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan kabupaten Ciamis sehingga sering di jadikan tempat pertempuran yang cukup dahsyat antara TNI dengan Belanda/Jepang.Selain Gangguan dari Belanda dan  Jepang, Rakyat Jawa Barat pernah diganggu pula oleh Gerombolan pengacau yaitu DI/ TII , dengan adanya kejadian itu tidak sedikit wargamasyarakat yang mengalami kerugian baik jiwa maupun harta benda.
 Penduduk banyak yang di bunuh dan rumah-rumah mereka banyak yang di bakar pula.
Perjalanan Desa Darma dalam menembus waktu terakhir di tuangkan dalam satu momen yaitu dalam acara puncak 17 Agustus 1987 masyarakat Darma menuntut Darma dipisah dari Kecamatan Kadugeda dan kembali menjadi ibu kota Kecamatan Darma, adapun alasan pemisahan tersebut di karenakan masyarakat Darma merasa kurang di perhatikan.
                                         
5. Awal mula Balong keramat Darma Loka      
              Seperti di kemukakan di atas bahwa setelah peperangan dengan kerajaan Galuh Talaga Syeh Rama Haji Irengan terus menetap tinggal di Darma beliau mendirikan pesantren mendidik para santrinya dibantu oleh para Syeh lainnya.    
Dalam kisah diceritakan bahwa Balong-balong Keramat Darma Loka dibuat oleh syeh Rama Haji Irengan hanya dalam kurun waktu satu malam dan selain membuat Kolam Darma Loka Beliau bersama para wali lainnya  berhasil membuat beberapa kolam yang sejenis yaitu Kolam Cigugur, Pasawahan dan Cibulan. 
 Adapun bentuk Kolam Darma Loka dibentuk menyerupai Lapad ”Muhammad”.
Dan menurut cerita Dari Kuncen Haji Jen Alm. Bahwa tiga  mata Air  yang ada di Darma Loka yaitu mata Air Cibinuang, Mata Air Balong Beunteur dan Mata Air Cilengkeng semuanya  berasal dari  Situ Sanghiang Talaga, keanehan lain dari Balong Keramat Darma Loka dari mulai jaman syeh Rama Haji Irengan baik jumlah maupun besarnya ikan tidak terlihat adanya penambahan dan pembesaran. 
             Sosok Syeh Rama Haji Irengan selain seorang Syeh  beliau juga sebagai akhli arsitektur dengan bukti beliau berhasil menata kolam Darma Loka dengan demikian indahnya. Adapun jumlah Kolam yang ada di Darma Loka  semula berjumlah  lima buah Kolam diantaranya :                
 1. Balong Beunteur.
2. Balong  Panyipuhan
3. Balong Ageung
4. Balong Bangsal
5. Balong Bale Kambang.
Kelima kolam tersebut sebagai mana pesan Almarhum Syeh Rama Haji Irengan, baik keberadaan maupun bentuknya tidak boleh dirubah. Adapun ikan yang mengisi Kolam Keramat Darma Loka konon menurut cerita berasal dari penjelmaan  para santri/pengikut-pengikutnya yang dihukum oleh Syeh Rama haji Irengan karena melanggar aturan. Satu hal yang perlu penulis sampaikan bahwa selain Ikan yang tampak sekarang, terkadang ada beberapa pengunjung melihat ada jelmaan ikan yang tinggal tulang belulangnya saja tetapi hidup seperti ikan-ikan lainnya konon menurut cerita ikan itu berasal dari tengkorak ikan yang di makan oleh syeh Rama Haji Irengan yang di buang kedalam kolam
 Diantara sekian Para Santri yang datang ke Pesantren Syeh Rama Haji Irengan , ada salah seorang santri yang berasal dari daerah Mataram bernama Syeh Abdul Muhyi. Kedatangan Syeh Abdul Muhyi Ke Darma (Th 1678 M.)
Beliau berniat berguru ke Syeh Rama Haji Irengan,  beliau  membawa misi dari gurunya untuk menyebarkan Agama Islam di Daerah Jawa Barat    
             Sebagai bekal di perjalanan serta untuk mementukan daerah mana yang harusdituju, beliau oleh gurunya dibekali bibit padi untuk di tanam di daerah tujuan. Adapun ciri-ciri daerah tujuan untuk penyebaran agama Islam Syeh Abdul Muhyi, di daerah tersebut terdapat Guha, kemudian didaerah itu syeh Abdul muhyi  harus memenanam padi namun yang akan di tanam oleh syeh Adul muhyi memiliki keistimewaan sangat berbeda dengana padi yang lain, dimana  padi yang di tanam  sebanyak satu butuir, maka padi itu akan tumbuh dan berbuah satu butir pula  maka disanalah Syeh Abdul Muhyi harus mementap dan menyebarkan Agama Islam.
Setibanya Syeh Abdul Muhyi di Darma oleh syeh Rama Haji Irengan beliau dimandikan di Balong Panyipuhan ( Balong Cibinuang ) dan menurut cerita beliaulah orang yang pertama di mandikan di balong itu.
Syeh abdul Muhyi menetap dan berguru di Darma diperkirakan selama 7 tahun dari Tahun 1678-1685 ( sumber dari Buku Perjuangan Syeh Abdul -
Muhyi )
.Selama syeh Abdul muhyi tinggal Di Darma, sesuai petunjuk dari gurunya beliau terus menanam padi dan mencari Guha ke setiap tempat, hingga satu saat beliau sampailah di satu bukit yang berada di sebelah timur Desa Darma ( Sekarang Desa Jagara). Lalu disana beliau mencoba menanam padi dan  dibantu oleh rekan rekannya, namun padi yang di tanam oleh Syeh abdul muhyi tidak berbuah satu padi, tetapi tumbuh subur layaknya petani biasa bahkan sangat melimpah, sehingga bukit  itu samapi sekarang dinamai”Bukit Geger Beas” ( Dalam Bahasa Indonesia = Geger= Riuh Ramai, gempar, heboh, kejadian luar biasa). Upaya pencarian tempat untuk menanam padi dimaksud beliau terus mencari kesetiap tempat, sehingga beliau sampai di satu bukit di sebelah Barat Desa Darma, lalu  beliau naik ke atas Bukit itu dan menatap ke segala penjuru. Hingga saat ini Bukit itu di beri nama “Bukuit Panenjoan” ( Panenjoan dalam Bahasa Indonesia= Penglihatan).
                    Berita Syeh Abdul muhyi menetap di Darma  tercium pula oleh orang tuanya di Mataram, sehingga pada waktu yang tidak terlalu lama Orang Tua Syeh Abdul Muhyi menyusul dan ikut menetap di Darma.
 Mengingat tujuan syeh abdul muhyi di Darma tidak tercapai maka syeh Abdul Muhyi pamit kepada Syeh Rama Haji Irengan dan Kepada Masyarakat Darma, hendak  meneruskan kembali pengembaraannya untuk menuju daerah yang diamanatkan oleh gurunya. Akhirnya dengan diiringi isak tangis serta do’a restu baik dari Syeh Rama Haji Irengan maupun Penduduk Desa Darma beliau beserta keluarganya  meninggalkan Darma menuju Daerah Garut Jawa Barat.



 6.  Awal mula Waduk Darma

Jauh sebelum Waduk Darma di bangun oleh Belanda (Th 1922) keberadaan Waduk Darma  Pada masa para Wali Datang ke Darma, sudah merupakan situ/danau kecil dan sebagian merupakan kawasan pesawahan dan pemukiman penduduk serta merupakan titik temu perbatasan antara Desa Darma, Jagara, Sakerta, Paninggaran, Cipasung, Kawah manuk dan Desa Parung. Sawah terbentang dengan luasnya, aliran Sungai Cisanggarung meleok-leok dari Selatan ke Utara, Burung Bangau burung Kuntul datang berterbangan mencari ikan dipetak-petak sawaha dan di rawa-rawa, gemercik suara air dan suara katak bersautan memecah keheningan  daerah yang indah. Disebelah timur tampak berdiri dengan megahnya bukit Pabeasan, dan sebalah barat  tampak pula Bukit Panenjoan yang membatasi kawasan Kabupaten Kuningan dengan Kabupaten Majalengka. Di tengah-tengah Waduk Darma Air meluap dari mata Air Cihanyir,  di sebelah utara tampak berdiri Sosok keperkasaan  Gunung Ciremai. Untuk melukiskan semua keindahan itu penulis tidak mampu menuangkannya lewat tulisan ini.
               Dikala Para Wali masih hidup Waduk Darma sudah dibikin bendungan/ situ yang cukup besar  yang dibuat oleh Embah Satori ( Embah Dalem Cageur). Adapun Air yang dipakai untuk mengairinya berasal dari Mata Air Cihanyir yang berada tepat di tengah Waduk Darma dan dari Hulu Sungai Cisanggarung.
Tujuan Embah Dalem Cageur (Embah Satori) membuat Bendungan/ Situ itu, adalah untuk tempat bermain Putranya Yaitu Pangeran Gencay. Dan selain dari itu Embah Dalem Cageur memiliki hobi memelihara Ikan.
Dalam pembuatan Bendungan/Situ tersebut Embah Dalem Cageur tidak sedikit mengerahkan tenaga dari para Kurawanya sehingga memerlukan Jamuan/ hidangan yang cukup banyak  untuk menjamu para pekerjanya. Konon menurut cerita tempat untuk menanak nasi itu Embah Dalem Caguer memilih salah satu Bukit yang berada di sebelah barat Desa Darma ( Desa Kawah Manuk ) sehingga sampai saat ini tempat bekas menanak nasi itu diberi nama “Bukit Pangliwetan”.    
Serta menurut saksi-saksi yang masih hidup. Tempat bekas menjamu para pekerja Dalam Pembuatan situ, sampai saat ini masih ada peninggalannya berupa onggokan tanah yang menyerupai Congcot ( Nasi Tumpeng ) herannya onggokan tanah itu sejak dahulu kala sampai sekarang tidak pernah hilang walaupun sudah beberapa kali dirusak oleh manusia dan  digenangi air selam berpuluh puluh tahun (selalu muncul lagi).
Setelah selesai pembuatan Situ Embah Dalem Cageur lalu beliau membuat sebuah perahu yang terbuat dari papan Kayu Jati dengan ukuran yang cukup besar ukurannya menurut penduduk yang pernah melihat/ menginjak pada saat waduk Darma di bobolkan Th. 1972 diperkirakan panjangnya 20 m X 7 m. dimana perahu itu sengaja dibuat untuk bermain-main anaknya ( Pangeran Gencay). Saking girangnya Pangeran Gencay tidak siang tidak malam ia bersama rekan-rekannya terus – terusan menaiki perahu itu. Sementara para penduduk menyaksikan disekeliling Situ sambil menabuh berbagai macam gamelan. Dan konon tempat penduduk memainkan gamalen itu di beri nama “Munjul Go’ong”.
Takdir tak dapat di pungkir, malang tak dapat dihadang, pada satu malam tepat pada saat Bulan Purnama Pangeran Gencay bersama para pengasuhnya yang lagi bersenang senang menaiki perahu buatan ayahnya karam/ tenggelam di tengah-tengah situ. Jerit tangis dan ratapan tak dapat ditahan, kedukaan Embah Dalem Caguer tak dapat di lukiskan, sehingga sakingkecewanya, maka Situ itu atas perintah Embah Dalem Cageur harus dibobolkan dan tidak boleh dikelem/diairi lagi karena kelak akan membahayakan anak cucu.
 Setelah jenasah Pengeran Gencay ditemukan lalu di bawa ke satu tempat bernama “Munjul Bangke” (Muncul = tempat yang menonjol. Bangke= Bangkai) dan Jenazahnya di kuburkan di Desa Jagara. Adapun tempat tenggelamnya Pangeran Gencay oleh penduduk di beri nama “Labuhan Bulan” kerena perahunya tenggelam tepat pada saat bulan purnama (Labuhan =  kalebuh, kelebuh = tenggelam).
Pada jaman belanda seluruh tanah yang akan di jadikan Waduk oleh belanda di beli secara tunai (th 1939) dengan penghitungaTanah Rakyat di beli seharga 100%, Tanah Kasikepan (Tanah Kekayaan Desa) 2/3%, sedangkan Tanah Bengkok Hanya di beli seharga 1/3% dari nilai Harga Normal saat itu.
          Setelah Waduk Darma selesai dibangun maka penduduk pun secara exsodus pergi meninggalkan kampung halamannya pindah ke Kampung lain, dan ada pula yang pindah ke luar Desa Darma.
               Waktu terus berlalu sejarah menjadi legenda dan legenda menjadi mitos dari mulut ke mulut, yang pasti sejarah tetap akan terukir di ruang waktu. Para ulama pergi ke alam baka, para pemimpin telah berkali ganti  namun semua karya yang bermanfaat takan hilang di telan oleh  jaman.
                Darma yang dulu sebuah desa yang lugu kini telah berganti menjadi salah satu Desa kota yang  politan dan menjadi Ibu Kota Kecamatan.
 Keagamaan, Kebudayaan, Pembangunan, Perekonomian, Kesejahteraan, Pendidikan serta Kesehatan secara gradual terus melaju meninggalkan kemusrikan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
       Demikianlah sejarah singkat awal mula Desa Darma berdiri, kalaupun ada kisah yang jauh dari akal atau diluar jangkauan manusia penulis tak bermaksud merekayasa namun semua cerita ataupun kejadian diatas semuanya ditulis berdasarkan kisah dari para responden .

                                                                            

Comments

Unknown said…
minta info babad kec. Cigugur dong
Anonymous said…
Bos, ti mana kawit? Ko sejarah darma rancu banget ya?
Wisata Ilmu said…
mas agung@ insya Allah di cari dulu sumbernya :)
Mas Anon..@ palebah manana anu rancu mangga diantos masukanna ,, kaleresan abdi oge tidaerah darma,, barangkali punya info lebih terpercaya
Jakaria said…
Trims kang atas cerita sejarahnya, sy slh satu keturunan kibuyut kopeng mohon onfo sejarahnya kang, nuhun kang