K.H. Faqihuddin siapa yang tidak
mengenal nama itu, untuk tataran tanah pasundan terutama di wilayah Kuningan dan
Majalengka mungkin sudah tidak asing akan namanya. Sejak tahun 1981 M. beliau
sudah keliling dari desa ke desa melintasi berbagai kecamatan dan kabupaten
untuk berdakwah. Piawainya dalam mengolah kata dan menjelaskan setiap detail
permasalahan sudah tidak diragukan lagi oleh mustamiin (pendengar disaat
pengajian Red.) semua diuraikan dengan argumentasi yang jelas dan akurat sesuai
dengan referensi dari kitab-kitab kuning karangan ulama besar dari berbagai
penjuru dunia yang dipelajarinya.
Disamping kesuksesannya menjadi
seorang Mubalig beliau juga mampu mendirikan sebuah pesantren di kampungnya,
pesantren yang diberi nama Nurul Ulum itu didirikan atas keinginannya untuk
mencerdaskan masyarakat dalam aspek kehidupan beragama, karena sejatinya
pendidikan pesantren sangat dibutuhkan dalam setiap tatanan kehidupan social
sebagai bekal sekarang dan masa yang akan datang.
Bagi pandangan masyarakat yang berada
di kampungnya siapa sangka beliau akan seperti sekarang ini, karena apabila
melihat dari latar belakang kehidupan yang dilaluinya dari sejak usia kecil,
tentu tidak ada pertanda yang menunjukan keberhasilan dimasa sekarang. dengan
kata lain beliau lahir dari sebuah keterbatasan, anak tunggal nan yatim piatu
dari seorang janda yang ditinggal mati seorang suami.
Kisah hidupnya diawali dari 55 tahun
yang silam . Kala itu, tahun 1965 M. beliau lahir dari pasangan Bpk. Ahmad
Darsan dan Ibu Siti Ruhamsih. Bpk. Ahmad Darsan adalah seorang duda muda religius
nan pengusaha tembakau yang terbilang sukses pada masanya, sementara Ibu
Siti Ruhamsih adalah putri sulung dari seorang kiayi keturunan Kadugede Syafi’i
namanya namun juga sudah pernah menikah. Pada saat menikah Bpk. Ahmad Darsan sudah
punya anak satu dari istri pertamanya dan Ibu Siti Ruhamsih sekalipun pernah
menikah namun belum punya anak satupun. sampai pada akhirnya hasil dari
pernikahan keduannya melahirkan bayi kecil laki-laki dengan nama “samun”. Entah
apa maknanya dari nama itu, tapi itulah nama K.H. Faqihudin saat lahir, tentang
namanya berubah seperti sekarang nanti kami ceritakan di bagian selanjutnya dan
punya nilai histori tersendiri.
Kita sebut saja kang samun, Ketika kang
samun lahir di altar bumi pasundan yang penuh adat ramah tamah sebagai
keberkahan sang pencipta kepada makhluknya, Keadaan kedua orang tuanya dalam menjalankan
tatanan rumah tangga begitu harmonis dan dinamis, kedamaian dan kesejahteraan
selalu mengiringi dalam setiap langkahnya. tidak ada gesekan-gesekan konflik
yang menimbulkan kecemburuan sepihak dalam ranah hidupnya, walaupun keberadaan
anak tiri kadang jadi penghambat namun bagi ibu siti ruhamsih tidak menjadi sebuah
persoalan. Sama rata sama rasa, amis pahit hirup babarengan, begitulah kiranya
selogan sunda yang di junjung tinggi keluarga ini.
Waktu terus berlari kencang seolah
tiada peduli akan saat indah dalam tiap detik kehidupan, melangkah dari angka
ke angka sampai tergusur pada angka 1960 tahun Masehi, Berarti menandakan usia kang
samun genap menjadi empat tahun. Dipagi
hari gelembung fazar yang membentang di ufuk sebelah timur mulai menyinari separuh
desa karang anyar, suara takbirpun mulai berkumandang dari setiap penjuru surau
menyambut kedatangan sang fazar, tabuh bedug ikut mengiringi dari setiap huruf
demi huruf kalimat agung itu. Ternyata hari itu adalah hari kemenangan bagi
kaum muslim tanggal 1 syawal 1381 H. yang biasa disebut dengan hari lebaran
idul fitri. Indahnya gema takbir yang dikumandangkan
kaum muslim, telah mengundang perhatian para burung kecil yang manja dan para
burungpun ikut bertakbir dengan bahasanya sendiri. Siapa yang tidak sumringah
berjumpa dengan hari lebaran semua raut muka kaum muslim di desa karang anyar
bahkan mungkin di seluruh penjuru dunia tampak begitu cerah menandakan sebuah
kemenangan, tak terkecuali keluarga Bpk. Ahmad Darsan dengan kang samun
kecilnya itu.
Takdir sudah di tangan tuhan, jodoh,
pati, bagja dan celaka adalah hak priogratif sang khalik akan makhluknya,
manusia hanya berencana titik klimaksnya tetap tuhan yang menentukan. Siapa sangka hari lebaran yang bagi orang muslim secara umum adalah hari
yang paling membahagiakan, tapi justru
bagi kang samun telah melahirkan dua
dimensi yang berlawanan arah. Di satu sisi
kang samun harus berbahagia karena menjumpai hari lebaran seperti
layaknya anak-anak lain, dimana sudah menjadi adat umat muslim baik kelas
menengah keatas ataupun kelas menengah kebawah anak seusia itu selalu mendapatkan
pakaian serba baru sebagi hadiah dihari lebaran, namun disisi lain hari itu adalah hari yang
akan merubah lembaran hidup kang samun sebagai awal kesediahan yang akan
merubah statusnya menjadi anak yatim dan sebagai langkah awal nestapa kehidupan
yang dibaluti perjuangan-perjuangan besar untuk menyelamatkan idealisme
kehidupan dalam altar ilmu yang panjang dan menggetirkan, hari tragis yang akan
melonglong jeritan-jeritan histeri seorang anak yatim nan tunggal yang
ditinggal mati ayahnya di hari kemenangan.
Sekira pukul 05.00 pagi disaat orang
dewasa berlalu lalang hendak pergi ke masjid dan anak-anak kecil sedang sibuk
menggunakan baju-baju barunya sebagai hadiah lebaran. Ayah kang samun Bpk.
Ahmad darsan bin Muhammad ali seolah tampak gelisah dibalut rasa penasaran. Penasaran
ingin Melihat anaknya yang masih terlelap tidur dan penasaran ingin melihat
senyum bahagia di hari lebaran anak semata wayang dari pasangan Ibu siti
ruhamsih. Jemari tangan seolah tak kuasa ingin segara memegang pakaian barunya
dan segera mengenakannya, sampai kemudian hasyrat penasaran untuk mengenakan
pakaian baru terhadap tubuh kecil mungil
kang samun ini berontak pula dari relung qalbu ayahnya. Sewaktu kang
samun masih tidur bpk. Ahmad darsan langsung mengambil pakaean baru tersebut,
lalu diangkatlah tubuh kang samun sembari berkata “bangun anakku sekarang hari
lebaran segeralah bermain bersama kawan yang lain mereka sudah menunggu”.
Sembari setengah sadar mata kang samun terbuka dan ayahnyapun langsung
mengenakan pakaian itu satu persatu, dari mulai baju baru, celana baru sampai
sepatu baru. Kang samun terbangun sambil setengah kaget kemudian bpk, ahmad darsan
ayah kang samun ini langsu memangkunya dan di bawa untuk keramas. “ayo sana
ikut bermain bersama kawan lain yang sudah menunggu” tandas ayahnya sambil
melepas pangkuannya dan menatap tajam kecintaan yang berat kepada anaknya.
Entah apa gerangan yang membuat bpk. Ahmad darsan berbuat demikian terkecuali
hanya penafsiran semata, mungkin itu sebuah pertanda bahwa saat itulah adalah
saat terakhir bpk. Ahmad darsan melihat dan memangku anaknya, saat itulah
adalah saat terakhir ketika cinta dan kasih sayang sang ayah kepada kang samun sebagai anaknya, saat
itulah adalah saat dia terakhir kali melihat senyum lebar dari dua buah bibir
manis anaknya dan saat itu pula sekenario tuhan dimainkan tentang detik-detik
perpisahan antara anak dan ayah yang tidak akan pernah kembali lagi.
Setelah merasa puas menatap tajam
sang anak di depan mata, bpk. Ahmad darsan kembali mendekatinya. Jemari-jemari
tangan yang halus kembali dia angkat diatas kepala kang samun kemudian
dibelailah kepala kang samun dari depan hingga belakang beberapa kali sebagai
tanda perpisahan, dengan nada berat ayahnya berucap “bapak pergi ke masjid dulu ya nak,,,” sambil
berbalik arah ayahnya melangkah dengan pasti meninggalkan sang anak dan istri
dan semuanya menjadi terbalik kini giliran kang samun yang melepas kepergian
sang ayah, dua bola mata yang bersinar menatap kosong dari belakang akan kepergiannya
dan pandanganpun mulai kabur saat ayahnya mulai masuk kerumunan jamaah yang
berlalu lalang masuk kedalam masjid.
Matahri semakin panas seolah ingin
menunjukan kekuatannya kepada mahluk bumi di pagi itu, Gema takbir tak
henti-hentinya terus berkumandang dari masjid jami nurul iman seolah tidak
menggubris dari kesombongan matahari
yang mulai menyoroti jamaah dengan cahayanya. Beberapa menit kemudian secara
serentak kalimat takbir berhenti dan muncullah suara bapak lebe atau takmir
masjid mengucapkan salam. Seperti kebiasaan di desa tersebut sebelum solat ied
di mulai bapak lebe atau takmir masjid membukanya terlebih dahulu dan
mengucapkan niat solat ied sambil menjelaskannya dengan tujuan bukan berarti
menggurui melainkan mengingatkan kepada jamaah barang kali ada yang luput atau
mungkin memberi tahu jamaah yang terdiri dari anak-anak karena dirasa belum
tahu. maklum solat ied dilaksanakan satu tahun sekali jadi terkadang lupa juga
kalau tidak ada yang mengingatkan.
Setelah takmir masjid selesai
menjalankan tugasnya, prosesi solat ied mulai dilakukan sang imam memimpin
jalannya sholat ied yang dilakukan secara berjamaah, semua jamaah terhening dan
khusu menjalankan ritual ibadahnya kecuali hanya lantunan takbir dan surat
fatihah yang memecah sunyinya dari kekhusuan para jamaah, gerakan demi gerakan
solat di pimpin sang imam sampai kemudian tahiyat akhir dan salam. Do’a takbir selesai
dan kini giliran khutbah hari raya. bpk. Ahmad darsan keluar dari barisan
jamaah lalu berdiri dengan tegap dan mendekati mimbar masjid, beliau yang akan
berkhutbah tahun ini padahal dilihat dari jadwal yang di tetapkan pengurus
masjid saat itu bukanlah jadwalnya beliau. Namun ini juga mungkin sebuah
isyarat, beberapa hari sebelumnya bpk.
Ahmad darsan meminta untuk khutbah di tahun ini karena memang kelihatannya
sungguh-sungguh maka tokoh agama yang lain pun mengizinkannya. Seperti layaknya
orang berkhutbah beliau membukanya dengan takbir, semua terhening dan terpana
saat takbir di kumandangkan terlebih dikumandangkan oleh seorang tokoh agama
yang disegani, pase pase khutbah dilaulinya dengan bawaan yang tenang dan
berwibawa beliau mejelaskan uraian khutbahnya dengan jelas sehingga para jamaah
tersentuh dan terbawa oleh arus sentuhan sentuhan qalbu yang di lontarkannya. Siapa
sangka itu adalah hutbah terahirnya semua orang tidak mengira karena beliau
tidak kelihatan sakit sedikitpun. Saat itu khutbah terus beralalu dan kang
samun kecil berada di luar masjid mengikuti atmosfir keislaman di masjid nurul
iman yang terpancar oleh aura khutbah ayahnya. serasa tidak puas dengan
perpisahan ayahnya sebelum berangkat ke masjid tadi, kang samun kecil pun
betrengger ke pager masjid lalu mengangkat kepalanya hingga terdengak
mengarahkan sorotan matanya kearah mimbar di dalam masjid karena ingin melihat
ayahnya yang sedang berkhutbah. namun sayang dirundung malang kang samun gagal
untuk melihat ayahnya yang terakhir kali karena ada jamaah yang memperingatkan
dan menghawatirkannya barang kali terjatuh.
Khutbah terus berlangsung sampai usai,
selepas khutbah bpk. Ahmad darsan kembali kebarisan jamaah yang berada diposisi
paling depan, dan disitulah keganjilan darinya mulai terlihat. Secara mendadak bpk.
Ahmad darsan merasa letih dan mengeluarkan batuk-batuk kecil, wajah bias kepucatan
begitu tampak dari lebam mukanya yang
berwibawa, sekujur tubuhnya melemas seolah tiada daya dan upaya, dibagian
dadanya yang lebar terasa sakit menusuk sampai ujung jantung, dahi berkerut,
mata terbelalak pertanda beliau sedang kesakitan tiada tara. Melihat kondisi
yang menimpa bpk. Ahmad darsan seorang jamaah disampingnya merasa panik dan
dirasa kasihan jemaah di sebelahnya memijat-mijat di beberapa bagian tubuhnya.
Sakit yang mendera bpk. Ahmad darsan
tidak Dirasa oleh jemaah yang lain. Khutbah iedul fitri sudah selesai seluruh
jamaah iedul fitri di masjid nurul iman desa karang anyar berdiri sembari bertakbir membentuk sebuah
barisan-barisan melingkar hendak bermushofahah (salam-salaman red.) itulah kiranya
detik-detik terakhir sosok karismatik seorang ulama muda bijaksana penuh cahaya
iman dan ilmu untuk menapakkan jiwa raganya di sentora bumi yang pana ini. disaat
bapk. Ahmad darsan hendak berdiri mengikuti irama mushofahah para jamaah, beliau
jatuh lemas tersungkur diatas lantai masjid yang kasar, hembusan nafas
tersenggal, denyut nadi terhenti, suhu badannya yang hangat berubah menjadi
dingin dan kaku. Beliau wafat meninggalkan kemegahan duniawi di jemput malaikat
izrail menuju alam akhirat yang kekal dan abadi.
Bumi berguncang langit beregetar
menyambut kedatangan malaikat izrail dan menghantarkan kepergian seorang ulama
soleh nan linuwih. Kebesaran Kalimat takbir berubah menjadi kegetiran kalimat
tahlil “Inna Lillahi Wainna Ilaihi Rozi’un” terucap dari seluruh jamaah yang
hadir. Tangis kebahagian iedul fitri
beralih rupa menjadi tangis sedih
kematian, tetesan dan linangan air mata mengalir deras dari bola-bola mata para
jamaah. Jasad yang sebelumnya berkhutbah kini harus terbujur kaku di tengah
luasnya masjid nurul iman depan mimbar tempatnya orang beriman menghadap pada
tuhannya.
Setelah jamaah sadar dan menerima
akan kematian bpk. Ahmad darsan, akhirnya jasad beliau di pangku dihantarkan
kerumah kediamannya yang hanya beberpa meter dari masjid, sembari mengabari Ibu
Siti Ruhamsih sebagai istrinya dan menenangkannya untuk menerima kematian. sebagian jamaah yang turut ke rumah
kediamannya lantas memandikan jasad bpk. Ahmad darsan, mengkapani, mensholati
kemudian mengiring bersama ke pemakaman untuk di kuburkan.
Ironisnya, di saat semua orang sadar
bahwa bpk. Ahmad darsan sudah meninggal namun kang samun kecil tidak menyadari
akan hal itu. Beliau (kang samun) hanya tahu bahwa ayahnya wafat namun tidak
tahu bahwa wafat itu tidak bakal pernah kembali lagi. Kalimat yang masih
teringat disaat ayahnya meninggal sampai saat ini, adalah sebuah ucapan salah
seorang yang takziah yang langsung
memeluk dan memangku kang samun sambil meneteskan air mata dan berucap “”
sabar ya nak!!! tidak terjadi apa-apa, bapakmu mau menjual buah asam di pasar, nanti
juga dia bakal kembali jadi tunggu saja mungkin hanya beberapa hari“ . itulah
kiranya yang di ingat di benak kang samun kecil, sampai kemudian hari demi
hari, mingu demi mingu, bulan demi bulan bahkan tahun demi tahun “ kenapa
ayahhku tak kunjung kembali? Kemanakah engkau?” tandas K.H. Faqihudin dengan berlinang
air mata dan memegang sebatang rokok Dji Sam Soe sambil mengingat
mengingat-ingat sejarah pahit masa kecilnya sebagai kang samun.
Oleh Ima
Mutasim
(**Penulis
adalah cucu Bpk. Ahmad Darsan putra ke empat K.H. Faqihudin Sekarang Kuliah di
IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jurusn Komunikasi Penyiaran Islam****
(di tulis
hasil dari wawancara bersama tokoh terkait dan saksi mata yang masih hidup)
Comments
Post a Comment
thankzzz taz komenxx.....